Selasa, 30 Agustus 2011

Hari Kemenangan yang Tertunda

Tanggal 30 Agustus 2011, tepatnya hari Selasa
 Tadinya, udah diputusin lebaran tanggal 30, tapi karena si bulan belum memenuhi syarat, jadinya gak jadi deh. Udah petasan dimana-mana, udah masak opor ayam, masak rendang, bikin ketupat, udah siap mudik. Eh ternyata gak jadi lebaran. Kecewa, pastinya ada, tapi mau gimana lagi, urusannya sama Tuhan nih. Jadi, pasrah itu lebih baik :)

Sabtu, 06 Agustus 2011

Nice moment

Pertama kalinya ia tersenyum dengan tulus untukku
Pertama kalinya ia mengulang kata-kataku
Pertama kalinya ia memperhatikan seperti apa penampilanku
Pertama kalinya ia berceloteh pada temannya tentang aku
Pertama, pertama, dan pertama
Banyak sekali kejadian yang baru pertama kali kau lakukan padaku
Tapi sayang, ini bukan pertemuan pertama kita
Dan ada satu hal pertama yang aku lakukan untukmu
Pertama kalinya aku benar-benar menginginkanmu

Selasa, 02 Agustus 2011

SANDY-SHANDY

            Sandy, ya itu namaku. Jangan kira, aku seorang perempuan karna aku adalah lelaki tulen. Namaku memang terlihat seperti nama seorang wanita jika dibaca dengan cara baca Bahasa Inggris. Dulu, saat aku duduk di sekolah dasar aku sering diejek karna namaku itu. Tapi setelah ada di sekolah menengah pertama, aku akrab dipanggil San-San. Yah, kurasa lebih baik lah, daripada Sendy. Nama itu terus kupakai sampai aku beranjak ke pendidikan selanjutnya, sekolah menengah atas.
            Tak terasa, libur pergantian tahun ajaran sedang berlangsung. Aku akan beranjak ke kelas 11 atau kelas dua sekolah menengah atas. Libur ini sungguh tak seperti libur-libur sebelumnya. Libur kali ini, aku tak pergi ke rumah nenek, tak pergi berlibur, juga tak bersantai di rumah. Libur kali ini kuhabiskan dengan se-abrek kegiatan di sekolah untuk menyambut siswa-siswi baru. Aku tergabung dalam panitia MOS, meskipun hanya seksi dokumentasi, aku cukup disibukkan dengan jabatan sementara ini.
            Akhirnya, semua persiapan usai. Hari ini, hari pertama MOS. Kulihat adik-adik kelasku yang baru. Tampang mereka lucu sekali, culun, seperti aku dulu. Mereka berbisik-bisik ketika kawan-kawanku sibuk lalu lalang menyiapkan perlengkapan untuk upacara pembukaan acara ini. Aku hanya membantu sedikit sambil sesekali kuambil potret-potret kegiatan sibuk itu.
            Setelah upacara selesai, siswa baru diajak berkeliling ruang-ruang di sekolah ini. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok itu didampingi pendamping yang terdiri dari beberapa kawanku. Mereka bertugas memberikan hal-hal dasar pada siswa baru. Kalau aku si hanya menggotong-gotong kamera dan jeprat-jepret sana-sini. Cukup mudah dan itu memang hobiku.
            Sore hari setelah pemberian materi oleh kawan-kawanku, ada kegiatan yang paling membuat jantung copot dan badan gemetar. Kawan-kawanku yang membimbing siswa baru melakukan review materi yang telah diberikan. Kalau siswa baru tidak bisa menjawab, mereka akan terkena bentak dari kawan-kawanku ini. Namun meskipun siswa baru bisa menjawab, mereka juga menjadi sasaran kejailan kawan-kawanku. Ada yang disuruh mencium lantai lapangan, lari-lari sambil berteriak-teriak, mukanya dicorang-coreng pake spidol, de-el-el.
            Pada hari ke-dua kegiatan ini, aku melihat seorang anak baru. Ia berlari-lari karna memang sudah terlambat. Saking terburu-burunya, dia sampai menabrakku hingga barang-barang bawaannya (yang kutau itu tugas dari kawan-kawanku sebagai hukuman untuknya) terjatuh berserakan. Ia seorang wanita. Dari name-tagnya yang besarnya seperti name-tag sapi, kutau namanya Shandy. Sama denganku, hanya beda satu huruf dan juga mungkin cara bacanya.
            “Maaf, Kak. Permisi.” katanya sambil buru-buru memunguti barang-barangnya dan langsung pergi.
            Aku tak menjawabnya karna tertegun melihat wajahnya yang sungguh polos. Aku mengamatinya head to toe. Ia sempat memandangku dengan tatapan bingung, tapi ia segera berdiri dan berlari saat ia sadar ia telah terlambat. Aku mengejarnya dan melihatnya sedang dibentak oleh kawanku, Icha. Suara Icha melengking sekali. Kedatanganku membuatnya berhenti mengeluarkan suara melengkingnya. Ia langsung menyuruh Shandy masuk ke kelas.
            “Hai, San. Ada yang bisa kubantu?” kata Icha sok manis.
            “Tidak. Aku hanya ingin mengambil gambar di kelasmu. Boleh?” kataku sebagai alasan agar aku bisa mengambil gambar Shandy.
            “Kenapa kelasnya? Bukan aku saja?” jawabnya sambil mengerling genit.
            “Heh?! Sepertinya kau terlalu jelek untuk dijadikan objek fotoku.” jawabku jujur sambil menahan tawa.
            “Hehe. Baiklah. Aku tau kau becanda. Silakan Mr. San.” lagaknya sambil membungkukkan badan.
            Aku tinggal saja si Icha yang masih membungkuk sambil kujulurkan lidahku. Aku langsung menangkap sosok Shandy di bangku paling depan. Aku tersenyum kepadanya yang sedang cemberut. Mungkin karna ia tau ia akan mendapat hukuman lagi. Saat melihatku, ia tak tersenyum sedikitpun bahkan ia malah melengos. Menggemaskan. Langsung ku ambil potret wajahnya yang sedang mengerucutkan mulutnya. Agar tak dicurigai kawan-kawanku, aku juga mengambil beberapa potret siswa lain.
            Sebelum pulang, aku mampir di sebuah toko alat-alat tulis dan perlengkapan kantor. Aku melihat Shandy, yang sedang sibuk memilih-milih sesuatu. Kudekati dia dan kusapa dia.
            “Hai.” sapaku garing.
            Shandy menengok ke atas, ke arahku sambil melongo. Wajah yang lucu. Ia tidak langsung membalas sapaanku. Ia hanya menatapku sambil mengerutkan dahinya, mungkin ia lupa dengan wajahku.
            Ia berdiri dan berkata, “Hai juga, Kak.” jawabnya sambil sedikit tersenyum.
            “Lagi cari apa? Buat hukuman lagi ya?” tanyaku lagi.
            “Iya.” jawabnya sambil tersenyum kecut.
            “Apa kau juga terlambat kemarin?” tanyaku ingin tau.
            “Tidak. Kemarin dihukum gara-gara lupa bawa identitas kelompok. Yang sekarang, hukuman gara-gara telat. Entah yang besok.” katanya seperti sedang curhat.
            “Sabar saja. Semua pasti ada gunanya.” kataku  sambil nyengir.
            Ia mengangguk-angguk dengan lemah, mungkin hanya setengah setuju. Aku memandangi wajahnya hingga muncul sesuatu yang kurasakan. Entah apa yang kurasa, aku tak tahu rasa ini. Rasa yang baru kurasakan. Rasa yang muncul hanya saat aku melihat Shandy. Apa ini yang disebut C-I-N-T-A itu oleh kawan-kawanku? Entahlah, yang kutahu aku senang dengan rasa ini.
            “Kak...Kakaaaak?!” kulihat Shandy sedang sibuk berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku.
            “Eh, iya iya maaf aku ngelamun” jawabku sambil dengan muka memerah saat menjawabnya.
            “Oh God, ternyata kakak kelasku yang satu ini, yang suka nggotong-nggotong kamera, yang suka jeprat-jepret muka orang sekenanya,juga suka ngelamun dimana aja. Ckckck.”  kata Shandy dengan muka jahilnya berharap aku akan sedikit kesal. Aku hanya menjulurkan lidahku sambil mencubit gemas pipinya yang putih gembul seperti bakpao.
            “Eh?! Cubit bayar!” hardiknya sambil melotot kesal dan bertolak pinggang.

*cuthel*

SENJA

Senja lamat-lamat turun. Awan di sebelah barat, lambat laun menjadi keemasan. Mentari mulai menyusup kembali ke peraduannya. Angin semilir berhembus menerbangkan sayup-sayup suara burung kembali ke sarangnya. Daun nyiur di tengah perkotaan melambai-lambai dengan anggunnya.
            Rambut panjangku berhamburan menari-nari mengikuti hembusan angin senja. Kunikmati pemandangan senja yang indah. Sore itu hatiku damai dan nyaman. Bibirku tersenyum, mataku terpejam, tanganku membuka lebar menikmati hembusan angin. Jarang sekali hatiku damai seperti ini. Damai bak baru lahir dan tak mengenal kemelut masalah dunia ini. Otakku yang semula kosong, kembali berputar memikirkan apa yang bisa membuatku sangat damai. Ternyata dirinya. Ia yang memang selalu membuatku tersenyum seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiah yang diinginkannya. Mataku selalu membulat dan berkaca-kaca saat mengingat hari ini ia tak jauh dariku. Tidak berkilo-kilometer seperti hari-hari lalu, bahkan tidak satu kilometer dariku.
            Sentuhan ringan di pundakku, membuat lamunanku buyar, ikut mengalir bersama hembusan angin. Namun badanku tak terhentak, hanya kubuka mataku untuk merespon sentuhan itu tanpa menyirnakan senyum di bibirku. Ia yang menyentuhku ikut tersenyum melihatku. Aku berbalik untuk melihat wajahnya. Wajah elok yang selalu membuatku rindu dengan setiap mili guratan di wajahnya. Wajah itu kini memandangku dengan senyum yang sangat jarang ia tampakkan. Ia meraih tanganku dan membawaku ke beranda. Kami berhenti tepat setelah sebuah kolam ikan menghalangi langkah kami. Kutaburkan beberapa butir makanan ikan untuk mengundang ikan di kolam itu mendekat. Ia berjongkok menepuk-nepuk air membasahi tangannya. Tangan basah itu ia percikkan padaku sembari menggodaku. Sedikit kesal terbersit. Namun kutau ia hanya bergurau dan kurasa aku rindu saat-saat ini. Tak lama kemudian, kami telah basah karna perang air kolam.

Senja Terindah Bersama Orang Terindah :)