Minggu, 01 Mei 2011

The Color of Friendship

Once upon a time the colors of the world started to quarrel. All claimed that they were the best, the most important, the most useful and the most favorite.
Green said, ”Clearly I am the most important. I am the sign of life and hope. I was choosen for grass, trees and leaves. Without me, all animals would die. Look all over the countryside and you will see that I am in the majority”.
Blue interupted, “You only think aboutthe earth, but consider the sky and the sea. It is the water that is the source of lifeand drawn up by the clouds from the deep sea. The sky gives space and peace and serenity. Without my peace, you would all be nothing”.
Yellow cruckled, “You are all so serious. I bring laughter, cheerfulness and warmth into the world. The sun is yellow, the moon is yellow and the stars are yellow. Every time you look at a sunflower, the whole world starts to smile. Without me there would be no fun”.
Orange started next to blow her trumpet, “I am the color of health and strength. I may be scarce, but I am precious for I serve the needs human life. I carry the most important vitamins. Think of carrots, pumpkins, oranges, mangoes and papayas. I don’t hang arround all the time, but when I fill the sky at sunrise or sunset, my beauty is so striking that no one gives another thought to any of you”.
Red could stand it no longer so he shouted out, “I am the ruler of allof you. I am blood-life’s blood ! I am the color of danger and of bravery. I am willing to fight for a cause. I bring fire into the blood. Without me, the earth would be as empty as the moon. I am the color of passion and of love, the red rose, the poinsettia and the poppy”.
Purple rose up to his full height. He was very tall and spoke with greath pomp, “i am the color of royaltyand power. Kings, chiefs and bishops have always choosen for me for I am the sign of authority and wisdom. Peoplr do not question me ! They listen and obey”.
Finally, Indigo spoke, much more quietly than all the others, buth with just as much determination, “Think of me. I am the color of silence. You hardly notice me, but without me you all become superficial.i represent thought and reflection, twilight and deep water. You need me for balance and contrast, for prayer and inner peace”.
And so the the colors went on boasting, each convinced of his or her own superiority. Their quarrelling became louder. Suddenly, there was a starting flash of bright lightning thunder rolled and boomed. Rain started to pour down relentlessly. The colors crouched down in fear, drawing to one another for comfort.
In the middle of the dispute, rain began to speak, “you foolish colors, fighting amongs yourselves, each trying to dominaate the rest. Don’t you know that you were each made for a special purpose, unique and different ? join hands with one another and come to me”.
Doing as they were told, the colors united and joined hands. The rain continued, “From now on, when it rains, each of you will stretch across the sky in a great bow of colors as a reminder that you can all live in peace. The rainbow is a sign of hope for tomorrow”.
And so, whenever a good rain washes the world, and a rainbow appears in the sky, let us remember to appreciate one another.
(source: http://www.inspirationalstories.com/1/102.html)

KISAH SEORANG GADIS KECIL

Ada seorang gadis kecil yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga yang jauh dari hangat, bahkan terasa dingin. Masa kecilnya lebih banyak dihabiskan di rumah. Jarang sekali gadis kecil ini bermain di rumah teman, lebih sering temannya yang bermain bersama di rumah gadis kecil ini.
Akhirnya tiba juga saatnya gadis kecil ini bersekolah di sekolah dasar. Masa-masa ini dihabiskannya untuk bermain. Namun, ia juga tidak lupa dengan prestasinya yang selalu dituntut untuk mendapat peringkat 1. Masih diampuni saat ia mendapat peringkat 2, tetapi langsung kena marah saat lebih dari itu. Waktu pun cepat berlalu, tak terasa gadis ini segera menapaki pendidikan selanjutnya di sekolah menengah pertama.


Di masa ini, mulailah gadis kecil itu beranjak remaja. Temannya semakin bervariasi, berbeda desa, berbeda cara berpenampilan, berbeda pendapat, dan berbeda selera. Di sini, gadis kecil itu mulai terserang virus-virus merah jambu. Virus ini memang terkadang mengganggu prestasinya, namun di sisi lain, virus ini membuat ia merasakan indahnya dunia. Tersenyum, tersipu, marah, menangis dan cemburu. Semua terlewati, semua indah, dan semua menjadi memory.
Suatu saat, gadis kecil ini mengikuti event paduan suara. Di event ini, ia bertemu seorang pemuda bersenjata-kan gitar. Latihan demi latihan dilewati dengan ceria. Semua karena pemuda itu. Ia begitu menarik hati. Ia begitu mempesona dan membuat gadis kecil ini jungkir balik mencari tahu seluk beluk sang pemuda. Sang pemuda pun, memberi respon yang cukup positif. Beberapa kali, mereka terlihat berduaan saat latihan. Desas-desus pun ikut berhembus di kalangan peserta paduan suara yang lain, seiring kedekatan mereka. Pertanyaan juga tak jarang terlontar, “apa kalian jadian?”, “apa kalian kakak-adik?”,”apa kalian bersaudara?”, atau “apa kalian bertetangga?”. Pemuda dan gadis itu hanya menjawab, “kami berteman” dengan diiringi senyum yang indah. Senyum itu bukan memberi kepuasan, tetapi malah membuat pihak lain makin penasaran. Dan sebenarnya, si gadis pun bingung, bagaimana cara menyikapi kedekatan mereka?. Di satu sisi, gadis itu senang bisa lebih dekat dengan sang pemuda, namun di sisi lain, gadis itu takut kehilangan kebersamaan dengan sang pemuda. Memang, semua pertemuan berakhir perpisahan, tetapi sepertinya ia tak ingin berpisah. Padahal, event ini akan segera berlangsung dan usai.
Akhirnya, event ini berlangsung begitu singkat. Di hari-hari berikutnya, hanya ada rindu pada hati sang gadis. Tetapi, tak disangka, karena sekolah mereka berdekatan, mereka sering bertemu meski dalam waktu yang singkat. Pertemuan mereka hanya diisi saling senyum dan saling sapa. Pada suatu hari, terdengarlah kabar bahwa sang pemuda ternyata telah memiliki pujaan hati. Sontak kabar itu membuat si gadis tersenyum simpul dan menahan tangis sedih. Entah apa yang membuat si gadis kemudian berprinsip untuk lebih baik melihatnya senang dengan orang lain, daripada harus bersamanya dalam keadaan sedih. Sejak saat itu, hubungan si gadis dan pemuda itu sangat jauh. Dan tiba saatnya, mau tak mau, si gadis harus merelakan sang pemuda pergi ke kota lain yang berjarak cukup jauh. Dan tak terasa juga, si gadis harus berlanjut ke lembaga pendidikan selanjutnya, sekolah menengah atas.
Si gadis bersekolah di tempat dimana sang pemuda pernah dididik sebelumnya. Sedikit takut karena mereka mungkin saja bertemu lagi. Takut melihat si pemuda dengan gadis lain, takut melihat si pemuda tak mengenalinya lagi, dan takut mengetahui bahwa si pemuda telah melupakannya.
Si gadis terdampar di sebuah kelas yang sangat hening di awal. Namun saat semua telah beranjak, penghuni kelas berubah sedikit demi sedikit. Semua telah terlihat karakternya masing-masing. Tak ada masa hening di antara mereka sekarang. Semua berceloteh dengan riuh saat membicarakan apa yang mereka alami. Saat bulan ramadhan tiba, ada pesan singkat yang mampir di telepon genggam si gadis. Isinya “selamat berbuka puasa”, tetapi nomor pengirim tak dikenal. Di balaslah pesan singkat itu “maaf siapa ya?”, ternyata dari pemuda teman sekelas. Oooh. Awal mulanya memang hanya kata itu yang terlontar. Tetapi saat nomor yang sama mulai bercerita tentang banyak hal, muncul beberapa pertanyaan di benak sang gadis “kenapa kami semakin dekat?”, “apa aku sedang terjangkit virus lagi? Itu tidak boleh, harus ditahan”. Begitu pikir si gadis sebelumnya. Tetapi ternyata Tuhan bertakdir lain. Ditakdirkan-Nya si gadis mengenal pemuda ke-2 lebih jauh. Meskipun dalam hati sang gadis menolak untuk menerima pemuda ke-2 ini, Tuhan selalu mendekatkan mereka. Si gadis akhirnya menyerah, ia mengakui perasaannya kepada pemuda tadi. Ia pendam dalam-dalam semua rasa itu, agar tak seorang pun tahu.
Pemuda ke-2 ini mencurahkan segala perasaan dan perhatiannya pada si gadis. Tentu si gadis merasa senang, tetapi itu tak membuat si gadis besar hati karena sang pemuda selalu menceritakan “bidadari” pujaan hatinya. Dalam hati kecil si gadis, ia sedikit menyesal karena telah menyerah begitu saja pada perasaan ini. Tetapi semua itu sirna seketika, saat si pemuda memberi tahu gadis itu bahwa “bidadari” pujaan hatinya adalah si gadis. Rasanya seperti mimpi, senang tak terbatas, hingga air mata bahagia pun ikut bergulir meramaikan suasana hatinya. Berhembuslah kabar di kelas mereka tentang hal ini. Namun nampaknya hubungan mereka masih sebatas teman, hingga 2 bulan kemudian baru diresmikan. Seisi kelas heboh, ada yang memberi selamat dan doa, hingga minta ditraktir makan.
Berbulan-bulan mereka jalani dengan berbagai macam suasana. Senang, sedih, sakit, khawatir, hingga kemarahan yang membuat mereka berseteru. Semua itu membuat hubungan mereka semakin tak terpisahkan. Cobaan yang mereka lalui memperkuat jalinan mereka.

---To Be Continued---